Senin, 04 Januari 2010

SUARA YANG PALING INDAH

Untuk pertama kali dalam hidupnya, seorang tua pergi dari dusunnya yang terpencil ke sebuah kota besar yang modern untuk menjenguk anaknya.

Ketika berjalan-jalan seputar kota bersama anaknya, ia mendengar suara aneh yang baru pertama kali didengarnya dan sangat menyakitkan telinga. Ingin tahu, ia mengikuti sumber suara tersebut dan menemukan sebuah rumah, yang dari luar jendelanya yang terbuka ia melihat seorang anak sedang belajar memainkan suatu alat musik gesek dengan penuh semangat.

Ngiiik ! Ngook ! Ngiik ! Ngook ! ...mengerikan sekali suara yang dikeluarkan alat itu - yang dari anaknya diketahui bernama 'biola'. Tak pernah ia mendengar suara sejelek itu. Segera ia mengajak anaknya bergegas pergi karena ia tak mau mendengar lebih lama lagi.

Hari berikutnya, ketika ia berjalan-jalan di bagian lain kota tsb, ia mendengar suara indah mendayu-dayu yang membelai telinga tuanya. Tak pernah ia mendengar melodi sedemikian indahnya di dusunnya maka ia segera mencari asal suara tersebut. Ia tercengang, ketika mengetahui bahwa melodi indah tersebut berasal dari seorang maestro, yang memainkan biola sedemikian ahli dan penuh penghayatan.

Baru ia sadari, bahwa sebagus apapun biolanya dan setinggi apapun penghayatan pemainnya, semua tergantung seberapa tinggi proses pencapaiannya dalam belajar memainkan alat tsb. Di awal, suara yang keluar akan sumbang, tetapi semakin tinggi penguasaannya, semakin indah bunyinya.

Esok harinya, ia lagi-lagi mendengar suara yang menurutnya paling biola. Bahkan lebih indah dariSegera ia mencari asal suara itu. Suara itu datang dari orkestra besar yang para pemainnya bukan hanya memiliki pencapaian luar biasa di alat musiknya masing-masing, tetapi telah belajar lebih jauh lagi sehingga bisa menciptakan harmoni suara yang menurut si orang tua, melebihi indahnya suara aliran air pegunungan, melebihi indahnya suara angin di musim gugur di sebuah hutan, melebihi suara burung-burung pegunungan yang bernyanyi setelah hujan lebat. Bahkan melebihi keindahan keheninganpegununga n yang damai di musim salju pada malam hari.

Si Orang tua hanyut dalam alunan simfoni yang luar biasa indahnya, dan sebersit pikiran muncul di kepalanya, "Mungkin alat musik itu sama dengan agama".

Ketika kita bertemu dengan seseorang yang sedemikian "bersemangat" (baca : fanatik) dalam mempelajari agamanya, sehingga mengeluarkan suara-suara sumbang, menyakitkan dan bahkan mengerikan, itu hanyalah proses belajar si pemula agar bisa "memainkan" agamanya dengan baik. Semakin tinggi penguasaanya, maka semakin indah "bunyi"nya. Sewaktu kita bertemu dengan seorang suci, seorang maestro agamanya, sedemikian indahnya ia "memainkan" agamanya, maka ia bisa menyentuh hati kita dan itu menjadi pertemuan berkesan yang memberi inspirasi kepada kita untuk bertahun-tahun, apapun gama mereka.

Ketika para maestro tidak hanya mementingkan dan berusaha menonjolkan keindahan suara 'alat musik'nya masing-masing tetapi juga menciptakan harmoni dengan 'alat musik' lain, maka terciptalah simfoni kehidupan.

"Marilah kita semua belajar dari pelajaran-pelajaran kehidupan dalam
inti kesejukan kepercayaan kita masing-masing. Marilah kita semua menjadi maestro dalam cinta kasih di dalam agama masing-masing. Lalu, setelah mempelajari agama kita dengan baik, lebih jauh lagi, mari kita belajar untuk bermain seperti halnya anggota sebuah orkestra, bersama-sama dengan agama lain, dalam sebuah harmoni!" Itulah suara yang paling indah.