Rabu, 06 Januari 2010

Karena sebuah kecerobohan yang bodoh...

09.45 wib
Di depan loket Kereta Api stasiun Manggarai.

"Pak, AC Ekonomi jam berapa?", tanyaku kepada petugas penjaga loket. "10.30'', jawabnya sambil terus merobek karcis kereta. hmmm... masih terlalu lama, pikirku sembari melirik jam tanganku. ''Kalo yang biasa lama gak?", tanyaku lagi. "sebentar lagi kok", jawab petugas loket tersebut. "Saya beli yang biasa ke Bogor deh", kataku memutuskan untuk menaiki kereta listrik ekonomi jurusan Bogor. Sambil memberikan uang sepuluhribuan kepada petugas loket tersebut, aku tanya lagi padanya, "loh kok itu ada yang AC", tanyaku sembari melihat ke jalur kereta. "bukan, itu jurusan Kota", jawab petugas sambil memberikan uang kembalian kepadaku. "Terima kasih ya..", jawabku. Sambil menghitung uang kembalian dari petugas, aku berjalan menuju arah pintu masuk. Didekat pintu masuk tersebut, kulihat ada seorang laki-laki pengemis tua menggunakan tongkat sedang bersandar ditembok. Sembari melewati pengemis tua tersebut, kuberikan sedikit uang receh kepadanya serta kuperlihatkan karcis kereta api kepada petugas penjaga.

Aku berjalan agak cepat menuju kereta yang sedang berhenti di lajur Bogor. Ku lewati lajur pertama dengan cepat tanpa menoleh kiri dan kanan, kemudian lewat lagi lajur ke dua dan ketiga dengan semakin cepat berjalan. Aku mulai terus berjalan menuju kereta yang sudah semakin dekat didepanku. Ketika akan menuju lajur keempat, perasaanku sudah memberikan sinyal agar aku hati-hati, karena terus saja menerobos lajur kereta api tanpa melihat kiri dan kanan layaknya ketika kita akan menyebrang jalan raya.

Dua lintasan kereta lagi yang akan aku lewati, namun persis didepanku, Kereta Api jurusan Kota sedang berhenti. Aku sempat menunggu apakah kereta ini akan berjalan atau tidak, namun tiba-tiba ada seseorang dibelakangku yang berlari menyebrangi kereta didepannya, reflek aku mengikuti orang tersebut yang telah duluan sampai diseberang sana. Namun, dengan hanya hitungan detik, tiba-tiba kereta api itu bergerak perlahan sambil membunyikan peluitnya yang panjang. Aku yang sudah terlanjur jalan sangat kaget sekali mendengar peluit tersebut dan ........ aku terjatuh persis diatas lintasan rel kereta api jurusan Kota dan kulihat kereta sedang bergerak perlahan menuju kearahku. Dengan masih ada kesadaran sepersekian detik, aku reflek menggulingkan badanku kearah belakang menjauhi lintasan rel didepanku dan pada detik itu pula aku mendengar semua orang yang melihatku terjatuh berteriak, kereta akhirnya berhenti dengan jarak dua meter dari tempatku terjatuh.

Aku langsung berdiri dan berjalan menuju tempat yang aman, nyaris nyawaku hilang karena sebuah kecerobohan dan ketidaksabaran untuk menunggu. Allah masih menyayangiku sebagai umat-Nya yang bandel untuk mendapatkan peringatan agar menjadi orang yang tidak ceroboh dan menjadi bodoh.

Sepanjang perjalanan di dalam KRL Ekonomi menuju Bogor, aku merenungi apa yang sudah ku lakukan sepanjang hari ini sebagai intropeksi diri. Dan aku yakin sebuah kekuatan doa telah menyelamatkanku dari bahaya yang besar, doa dari mulut seorang pengemis tua yang berada disudut pintu masuk stasiun tadi. Seseorang yang luput dari perhatianku ketika aku hanya memberikan padanya uang recehan sisa dari pembelian karcis kereta api, namun sempat kudengar dari mulutnya mengucapkan sesuatu doa untukku. Dan aku jadi teringat akan hutang niatku beberapa hari ini yang belum kulunasi untuk memberikan sumbangan karena belum sempatnya aku ke ATM untuk mentransfer, bahkan nyaris lupa ketika sudah berada di depan ATM untuk mentransfer sejumlah uang yang sudah aku niatkan beberapa hari yang lalu.

Sungguh, kejadian hari ini adalah sebuah peringatan untukku dan untuk kita semua bahwa kekuatan sedekah adalah benar adanya. Maka bersedekahlah kamu maka Allah akan memberikanmu lebih dari apa yang kamu inginkan dan jangan tunda apa yang sudah diniatkan dalam kebaikan, karena Allah jua yang akan memberikan balasannya.

Ditulis dalam perjalanan KRL Ekonomi jurusan Bogor
Jakarta, 29, Oktober 2009
11.30 wib.

Belajar Mencari Pencerahan Jiwa (bagian 2)

Melanjuti tulisan ku tentang sebuah kekuatan jiwa yang berdaya, ada sebuah cerita yang ditulis di dalam buku tersebut yaitu;

Ada seorang petualang yang dalam perjalannya sampailah ia di tepi sebuah pantai. Ternyata banyak sekali ancaman bahaya di pantai itu, namun si petualang itu mengetahui bahwa daratan di seberang lautan itu lebih aman. Ia pun ingin segera pergi ke seberang, tetapi tidak ada sarana jembatan maupun perahu yang dapat membawanya kesana, maka segeralah ia bangun sebuah rakit kecil. Ia kumpulkan kayu dan dedaunan sehingga terbentuklah rakit itu. Dengan tangan dan kakinya sebagai dayung, akhirnya sampailah ia ke seberang.

Sesampai diseberang, perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki, ia pikir,”Rakit ini telah membantuku, oleh karena bantuannya selama ini kepadaku, aku harus terus memikulnya melintasi daratan ini.” Maka si petualang itu berjalan sambil memanggul rakit tersebut dipunggungnya seperti seekor keledai, walaupun rakit itu sekarang menjadi beban dan tidak lagi berguna bagi dirinya.

Dari cerita diatas, aku melihatnya ada sebuah perjalanan batin dalam menemukan pengalaman mengarungi samudra pengetahuan. Bahwa akan lebih baik rakit itu ditinggalkan di pantai dan pergi meneruskan perjalanannya dengan berjalan kaki karena rakit itu digunakan untuk menyeberangi laut, bukan untuk dipikul. Buku-buku bacaanku seperti rakit, ia membantu kita menunjukan arah yang benar, namun ia tidak dapat membantu kita di pantai seberang lautan spiritual. Pengalaman spiritual untuk menemukan tujuan hidup inilah yang harus aku cari.

Apakah kamu seringkali diresahkan oleh pertanyaan mengapa kita ada di sini dan apa yang harus kita pelajari dari keberadaan kita setiap hari?. Disadari atau tidak, sesungguhnya ada arti dalam hidup ini dan segala sesuatu yang terjadi pada kita. Apa pun yang pernah terjadi pada kita, mempunyai alasan untuk terjadi. Bila kita tidak dapat memasuki kekayaan pengetahuan jiwa kita, maka kita akan dapat melihat hidup ini lebih dari sekedar rantaian peristiwa-peristiwa tak berarti dan akan menemukan pelajaran dan pesan dalam setiap peristiwa yang terjadi.

Betapa indahnya seandainya aku bisa memasuki kekayaan jiwa sendiri, tentu aku akan dapat melihat kehidupan dari perspektif yang baru dan segar. Tidak lagi diombang-ambingkan di lautan kehidupan ini, dan dihantam oleh setiap ombak penderitaan, melainkan dapat melihat hidup ini seperti tayangan film dengan terjemahannya di layar kaca, dimana kata-kata tersebut menjelaskan tentang apa yang terjadi ditingkat spiritual. Apabila aku dapat melihat dari mata jiwa, maka berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ku yang telah membuat aku merasa menjadi seperti orang yang tidak mempunyai harapan itu akan menjadi seperti awan yang bergerak dan berlari dengan latar belakang langit yang biru, cerah dan tenang. Ketenangan inilah yang harus selalu dipelihara sehingga dengan kesabaran aku akan menunggu peristiwa-peristiwa itu untuk berlalu. Dan sampai aku menyadari bahwa suatu hari nanti peristiwa yang menyedihkan itu akan berubah menjadi pemandangan yang penuh damai, kebahagian dan cinta.

Sebuah paragraf manis yang ditulis sebagai penutup Bab 2 sebagai berikut;

Dengan meluangkan waktu setiap hari dalam keheningan jiwa kita dan mulai mendengar jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang hidup kita, mari kita bertanya pada diri sendiri apakah niat kita berasal dari akal dan ego atau berasal dari jiwa, kebenaran dan cinta. Bila kita menemukan bahwa ternyata yang bicara adalah akal dan ego, mari kita menggali lebih dalam lagi hingga kita menemukan jawaban yang berasal dari tempat cinta kasih dan kebenaran.


Jakarta, 1 Nopember 2008

Belajar mencari pencerahan jiwa...

Aku lagi kerajingan mengikuti kelompok meditasi bersama dengan teman-teman ku. Saat ini aku sedang membaca sebuah buku tentang “Memberdayakan Jiwa Dengan Meditasi” (Empowering Your Soul Through Meditation) karya Rajinder Singh. Menurut buku tersebut, Memberdayakan Jiwa Kita Dengan Meditasi adalah berusaha menjelajahi kekuatan energi jiwa yang ada dalam diri setiap manusia serta bagaimana kita dapat menggunakannya untuk mengubah hidup kita. Buku ini menyadarkan pada kita akan adanya “jiwa yang diberdaya” dan kekayaan sifatnya seperti kebijaksanaan tak terbatas, keberanian, keabadian, kasih tulus, keterhubungan dan kebahagiaan.

Baru sampai Bab 3 aku baca, sudah mulai merasakan aura ketenangan jiwa. Bagaimana tidak, pada bab 1 dijelaskan tentang sifat jiwa yang diberdaya, bahwa dalam diri kita tersimpan kekayaan yang lebih daripada seluruh harta yang bisa kita kumpulkan selama hidup ini. Karena dalam diri kita terdapat sumber ilmu pengetahuan yang merupakan muara dari semua ilmu dunia. Sebuah cinta yang jauh lebih besar dan lebih memuaskan dari segala cinta yang pernah kita rasakan dalam hidup, telah menunggu kita dengan tangan terbuka. Kalau tahu hal seperti ini, bagaimana bisa aku sempat merasa patah hati, kecewa dan marah ketika merasakan cinta yang terhianati.
Ketakutan… ternyata kita juga mempunyai kekuatan dan tenaga untuk mengatasi rasa takut. Juga perasaan keterasingan sebagai induvidu dengan semua bentuk kehidupan, di dalam diri kita telah menunggu kebahagiaan dan kenikmatan yang begitu memuaskan. Semua kekayaan ini terdapat dalam diri kita pada jiwa yang diberdaya. Seharusnya aku juga tidak perlu merasa sangat terasing dan terpuruk manakala kegagalan hidup aku rasakan. Aku tidak menyadari, sebuah kekuatan besar untuk menaklukan semua itu ada pada jiwaku sendiri. Aku mulai membaca kalimat demi kalimat dalam buku tersebut dan mencoba untuk memahami makna yang terkandung didalamnya, aku temukan lagi bahwa Jiwa adalah sumber kebijaksanaan, cinta kasih dan kekuatan yang sangat besar, sampai di sini apakah aku masih tidak peduli dengan kekuatan yang sangat besar ini pada diriku…………?

Bab 2, aku telusuri lautan kata-kata, rasanya seperti air jernih yang tidak henti-hentinya menghilangkan dahaga. Apa yang menjadi sumber dari kebijaksanaan yang tak terbatas? Setiap orang yang percaya pada Tuhan pasti menganggap bahwa Tuhan tahu segalanya, itulah bagian dari jiwa kita memahami semesta alam. Bahwa ketika kita melakukan sebuah kesalahan maka tidak akan pernah ada tempat untuk bersembunyi dari Tuhan Yang Maha Mengetahui. Maka kita pasti akan mencari jalan kebenaran untuk menemukan Nya kembali, seperti merasakan kerinduan kembali pulang menemukan kekasih hati.
Membaca halaman demi halaman pada bab 2 ini, aku merasa seperti mengarungi samudra pengetahuan dalam pencarian jiwa yang diberdaya dan kebijaksanaan yang tidak terbatas. Ada sebuah cerita yang ditulis dalam buku ini mengenai sebuah rakit kecil yang dapat memberikan penjelasan tentang pengetahuan teoritis hanya merupakan petunjuk jalan menuju kebijaksanaan tak terbatas. Tapi mungkin akan aku sambung kembali tulisan ini sebagai sebuah perenungan….


Jakarta, 29 Oktober 2008