Berita
tentang Covid19 ini sangat santer hilir mudik dalam setiap media sosial yang
aku punya. Apalagi melihat data-data
yang dikeluarkan oleh Tim Satgas Covid-19 membuat kita cukup tercengang.
Mengapa ?, karena dalam kurun waktu yang sangat singkat total kasus positif
COVID-19 di Indonesia mencapai 1.528 kasus, tersebar di 32 provinsi dan yang
berakhir dengan meninggal dunia ada 136 orang. Ini data per-31 Maret 2020. Namun dalam semua berita tentang itu, ada
satu berita yang luput dari keramaian banyak orang. Ya, Syekh Puji kembali
menikah dengan bocah yang baru berusia 7 tahun.
Tentunya kita masih ingat, berita yang cukup
menggemparkan dikalangan pemerhati anak. Pemimpin pondok pesantren Miftahul
Jannah, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Semarang yang bernama lengkap Pujiono
Cahyo Widianto atau lebih dikenal sebagai Syekh Puji, mengaku menikahi anak
berusia 12 tahun sebagai isteri kedua di tahun 2008. Kini kembali dia membikin
ulah, dikabarkan menikahi anak berusia 7 tahun pada tahun 2016.
Kita ketahui bahwa Indonesia masih marak
dengan perkawinan usia anak. Angka perkawinan usia anak di Indonesia masih
menempati posisi tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Padahal perkawinan usia
anak itu selalu mendatangkan dampak buruk bagi anak, mereka kehilangan
hak-haknya dan rentan mengalami kekerasan.
Data SUSENAS (Survei Ekonomi
Nasional, 2016) menunjukkan bahwa 1 dari 9 anak perempuan menikah sebelum usia
18 atau sebanyak 375 anak perempuan menikah setiap hari. Angka ini menempatkan
Indonesia pada urutan ke-8 dunia dengan kasus perkawinan anak tertinggi.
Sehingga sampai saat ini pencapaian Indonesia dalam Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dan Indeks Pembangunan Berbasis Gender (IPG) masih sangat rendah. Belum
lagi bila kita melihat pada Dampak Global* seperti; *https://www.unicef.org/indonesia/media/2826/file/Perkawinan-Anak-Factsheet-2020.pdf
·
Terjadi
komplikasi pada saat hamil dan melahirkan anak adalah penyebab utama kematian
perempuan berumur 15 sampai 19* (*WHO. Global Health Estimates
(GHE), 2016)
·
Bayi
yang lahir dari ibu di bawah 20 tahun hampir 2 kali lebih mungkin meninggal
selama 28 hari pertama dibandingkan bayi yang lahir dari ibu berusia 20-29
tahun.* (*UNICEF Indonesia, Maternal and Newborn Health Disparities, 2017:
https://data.unicef.org/wp-content
/uploads/country_profiles/Indonesia/country%20 profile_IDN.pdf )
·
Anak
perempuan yang menikah lebih rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga* (*Kidman,
Rachel, ‘Child marriage and intimate partner violence: a comparative study of
34 countries’, International Journal of Epidemiology, 12 October 2016, pp. 1-14)
Sebab seperti diketahui, tingginya perkawinan
anak berkorelasi dengan tingginya kematian ibu dan anak, stunting, kekerasan
dalam rumah tangga, perceraian, drop out sekolah, pekerja anak, serta
kemiskinan. Kelompok anak utamanya anak perempuan menjadi yang paling terdampak
ketika terjadinya perkawinan anak.
Dalam kasus Pujiono ini, dia menjadi
penyumbang tingginya angka perkawinan anak. Bagaimana tidak, di tahun 2008, ia
sudah pernah menikahi anak usia 12 tahun, hal itu menyebabkan Syekh Puji
ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2009 karena melanggar UU Perlindungan
Anak. Ia lantas dipenjara dan baru pada tahun 2012 Syekh Puji mendapatkan izin
poligami ketika korban telah berusia 16 tahun. Dan kini kembali mengulang
perbuatannya dengan menikahi anak usia 7 tahun di 2016 tapi baru dilaporkan ke
Polda Jateng pada tahun 2020 oleh keluarganya.
Dalam sebuah artikel berita yang saya baca,
diketahui Syekh Puji dilaporkan oleh Wahyu Dwi Prasetyanto, Apri Cahya Widianto
serta Joko Lelono, ketiga Pelapor tersebut adalah merupakan keluarga dari Syekh
Puji atau nama aslinya Purnomo Cahyo Widiyanto (terlapor-red) sendiri dengan
Pasal 26 Jo Ayat (1) huruf (c) Pasal 66 Jo. Pasal 59 Jo. Ayat (2) UU RI No. 35
Tahun 2004 Tentang perubahan pertama atas Undand-undang RI No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak dan Kasus Tindak Pidana Pasal 76 Jo. Pasal 76 C, Jo.
Pasal 82 ayat (1), (2) dan (3) UU RI No. 32 tahun 2014 dan tentang perubahan
pertama dan atau UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di Mabes
Polri. Wahyu mewakili keluarga besar Syekh Puji mengatakan, menolak langkah
Syekh Puji menikahi anak di bawah umur.
Sebagai orang yang selalu bergumul dengan
isu-isu kekerasan terhadap anak, tentunya berita kecil diantara berita Covid 19
telah membuat kegeraman tersendiri. Baru saja kita ‘bergembira’ dengan lahirnya
Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan terkait kenaikan batas minimal usia perkawinan menjadi
19 tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan sebagai langkah awal untuk
menekan angka perkawinan anak. Belum lagi memikirkan langkah
selanjutnya agar dapat kolaborasi dengan multipihak untuk sosialisasi kebijakan
tersebut secara menyeluruh, muncul lagi kasus baru.
Disalah satu media online menuliskan bahwa mereka telah melakukan wawancara eksklusif dengan Syekh Puji. Dalam wawancara tersebut
Syekh Puji mengatakan,
"Aku ini memang sukanya yang
kecil,"
Alhasil unggahan itu pun memicu reaksi
geram netizen.
"Yang kek gini kenapa ga kena corona
sih?,"
Tangerang, 1
April 2020.