Senin, 23 Juli 2012

Segores catatan perjalananku di Baluran

Minggu, 22 Juli 2012, ahh hari ini panas betul cuaca di luar sana, malas rasanya untuk keluar rumah. Tiba-tiba, ingatanku melayang dua minggu yang lalu, seterik ini toh aku masih berada di luar pada sebuah savana indah diujung Jawa Timur, menggowes sepeda lipat ku, menyusuri jalanan berbatu, bahkan merasakan kehangatan rerumputan kering savanna beratapkan langit biru pada siang yang terik. Mari, kuceritakan sedikit ingatanku yang indah pada kalian….

menuju pantai Bama latar belakang Gunung Baluran

Minggu, 8 Juli 2012, Posko Batangan. Pagi yang cerah, pagi yang indah, setelah semalam harus pasang tenda di Posko Batangan, karena terlalu malam untuk melanjutkan perjalanan memasuki areal Taman Nasional Baluran, Serta dikejutkan pada tengah malam oleh tiga ekor anak rusa yang mendatangi tenda kami. Rasanya pagi ini membawa semangat untuk melanjutkan kayuhan sepeda lipatku bersama dua orang teman seperjalanan menyusuri belantara dan savanna yang indah. 


Eits… !! mau kemana kita sebetulnya.. wahh aku jelaskan sedikit yaa dimana sih Taman Nasional Baluran “Afrika” nya ujung Timur Jawa itu, siapa tahu kalian pasti akan tertarik kesana loh. Nih. Kawasan Taman Nasional Baluran (TN. Baluran), terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur dengan batas-batas wilayah sebelah utara Selat Madura, sebelah timur Selat Bali, sebelah selatan Sungai Bajulmati, Desa Wonorejo dan sebelah barat Sungai Klokoran, Desa Sumberanyar. Untuk menuju kesana bisa ditempuh dari Banyuwangi-Batangan, 35 km sementara dari Situbondo - Batangan, 60 km. Keadaan topografi bervariasi dari datar sampai berbukit-bukit dengan puncak tertinggi G. Baluran (± 1.247 m dpl). Memiliki padang savana alamiah (± 40% dari luas kawasan), hutan mangrove, pantai, payau/rawa. Musim tumbuhan yang khas Baluran adalah Widoro bekol (Zyzyphus rotundifolia) dan tumbuhan yang lain seperti Asam (Tamarindus indica), Gadung (Dioscorea hispida), Kemiri (Aleuritas moluccana), Gebang (Corypha utan) dan lain-lain. Terdapat 155 jenis burung yang sudah langka antara lain Walet ekor jarum (Hirundapus caudutus), Banteng (Bos javanicus), Ajag (Cuon alpinus), Kijang (Muntiacus muntjak), Burung merak (Pavo muticus), Ayam hutan (Gallus sp.), Macan tutul (Felis pardus), Kucing bakau (Felis viverrina) dan lain-lain. Di penghujung savanna terdapat pantai Bama Wonorejo yang mempunyai hutan bakau, serta bisa melakukan pengamatan flora dan fauna bisa berjemur di pantai, berenang, snorkeling, menyelam, bersampan, pengamatan biota laut, menyusur pantai, menyaksikan matahari terbit. 

Yaa yaaa… sudah terbayangkan oleh kalian.. betapa indahnya perjalanan hari ini…

Setelah membuat sarapan roti bakar dan minum teh hangat, kami membongkar tenda untuk melanjutkan perjalanan yang masih sekitar 15 km lagi. Hmmm.. dekat sih.. tapi waktu itu belum terbayang medan yang akan ditempuh ternyata bisa dua kali lipat dari perjalanan biasa. Sementara beban panier (tas sepeda) cukup berat juga aku bawa menggowes… eitss… itu isinya adalah perbekalan kami untuk bermalam di Pantai Bama, karena disana sudah tidak ada lagi untuk membeli bahan makanan selama perjalanan dan bermalam kembali. 

Baiklah, karena takut hari semakin siang, sekitar pukul 08.00 wib, kami mulai menggowes menyusuri jalan berbatu yang berkelok naik dan turun. Wow… ini adalah perjalanan jauh yang pertama dengan sepeda lipat ku (si kumkum namanya). Ternyata medan jalannya “keren” habis…. jalan aspal yang rusak dan berbatu, sehingga harus extra hati-hati melaju sepedaku, kalau tidak, bisa tergelincir batu nanti. Jalanan rusak antara Bekol – Bama tidak menyurutkan untuk menggowes sepeda kami. Karena sepanjang perjalanan disana, tidak pernah henti-hentinya disuguhkan pemandangan yang luar biasa. Sisi kiri dan kanan yang kami lewati diawali oleh pohon-pohon yang rindang. Suara-suara burung ramai sudah terdengar seperti alunan melodi yang menghantarkan sepanjang perjalanan kami, begitu juga sesekali terlihat monyet-monyet hutan bergelantungan di ranting-ranting pohon. Selalu saja kami menemukan titik berhenti sekedar mengambil dokumen foto atau ber”gaya” ria dengan kamera sendiri. Betulkan, perjalanan yang biasanya bisa ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam, ini bisa lama karena kami banyak berhenti untuk sedikit mendokumentasikan dalam kamera ditambah juga karena jalanan yang nyaris rusak dan berbatu. 

Panasnya terik matahari yang sudah membakar kulit kami, tetap tidak menyurutkan gowesan kami. Kami mulai melewati pemandangan yang cukup gersang, rerumputan yang mulai menguning dan kering, cenderung mudah terbakar bila ada saja yang sembrono memercikan api. Kesan Afrika sudah mulai terasa, savanna sudah mulai terhampar di sana, disisi lain kelihatan puncak Gunung Baluran yang menjulang tinggi disebelah kiri kami. Sementara disisi sebelah kanan, adalah hamparan rerumputan yang menguning seperti membawa romantisme tersendiri buatku. 

berbaring dihamparan rerumputan savana Bekol
Jarak 12 km menuju Bekol dengan hamparan savanna yang indah seperti ini, rasanya mempunyai nuansa tersendiri. Tidur direrumputan luas menghampar, menatap langit biru pekat dan gunung Baluran yang berdiri tegak, ada sensasi tersendiri seperti merindukan alam memelukku. Bekol adalah kawasan yang didominasi savanna kering dan tegaknya pohon pilang bertajuk datar sungguh menguatkan kesan seakan-akan berada di Afrika ditambah dengan hawa panas yang menyengat. Biasanya disana akan banyak dijumpai mamalia besar seperti Banteng, Rusa bahkan ajak/anjing liar, sayang kami tidak menjumpai banteng selain segerombolan rusa yang sedang mencari makan. 

Dari Bekol menuju pantai Bama masih sekitar 3 km, jalan menuju ke pantai Bama lebih parah lagi. Batu-batu yang besar mesti kami lewati, sehingga benar-benar harus extra hati-hati menggowesnya. Tiba-tiba diujung pertengahan jalan, aku langsung menghentikan sepedaku, ku lihat di depan ada segerombolan monyet-monyet liar memenuhi kiri dan kanan lajur jalan. Aku jadi ingat, monyet-monyet di Bedugul Bali yang nakal-nakal suka mengambil barang-barang yang menyantel dibadan para wisatawan. Sambil menunggu dua orang teman dibelakangku agar tidak terpisah ketika melewati mereka, ku amankan topi rimbaku dan kacamata yang sekiranya mudah diambil. Akhirnya dengan bergerombol dan tidak terpisah terlalu jauh, kami lewati sekawanan hewan lucu itu. Hehehee… ternyata ketika kami melewati mereka, hewan-hewan itu malah diam saja.. bahkan menjauh dan melihat kami dengan aneh, mungkin mereka pikir, kami manusia aneh yang datang belusukan di tengah hutan dengan menggowes sepeda dan membawa barang dibelakang sepeda kami seperti punuk onta… (hahaa… mungkin saja mereka berpikir begitu yaah..). 

Di penghujung perjalanan kami, terhampar sudah lautan luas biru dan berombak kecil dengan pasir pantai yang putih serta hutan mangrovenya yang lebat. Itulah Pantai Bama, pemandangan yang indah dan tenang seperti mengatakan padaku “selamat datang cinta” nikmati ketenangan Pantai Bama yang asri. Aah.. memandang takjub keheningan pantai Bama, bersama para penghuninya sekawanan monyet-monyet liar yang lucu dan beberapa ekor biawak yang menyusuri pantai, terbayarkan sudah perjalanan kami seharian. Ku tutup hari itu dalam keheningan pantai Bama…… sembari menunggu terbitnya fajar diujung laut Pantai Bama….

Pantai Bama nan cantik

Didedikasikan tulisan ini untuk teman seperjalananku ; Cipluk (Kudus), Om Eko Prayitno (Purwokerto) dan  Om Alief El Ichwan (Bandung), terima kasih sudah menjadi teman belajar seperjalanan dalam mengayuh sepeda. Takjub sepeda lipat ku bisa diajak blusukan kesana. 

Jakarta, 22 Juli 2012.