Rabu, 06 Januari 2010

Belajar Mencari Pencerahan Jiwa (bagian 2)

Melanjuti tulisan ku tentang sebuah kekuatan jiwa yang berdaya, ada sebuah cerita yang ditulis di dalam buku tersebut yaitu;

Ada seorang petualang yang dalam perjalannya sampailah ia di tepi sebuah pantai. Ternyata banyak sekali ancaman bahaya di pantai itu, namun si petualang itu mengetahui bahwa daratan di seberang lautan itu lebih aman. Ia pun ingin segera pergi ke seberang, tetapi tidak ada sarana jembatan maupun perahu yang dapat membawanya kesana, maka segeralah ia bangun sebuah rakit kecil. Ia kumpulkan kayu dan dedaunan sehingga terbentuklah rakit itu. Dengan tangan dan kakinya sebagai dayung, akhirnya sampailah ia ke seberang.

Sesampai diseberang, perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki, ia pikir,”Rakit ini telah membantuku, oleh karena bantuannya selama ini kepadaku, aku harus terus memikulnya melintasi daratan ini.” Maka si petualang itu berjalan sambil memanggul rakit tersebut dipunggungnya seperti seekor keledai, walaupun rakit itu sekarang menjadi beban dan tidak lagi berguna bagi dirinya.

Dari cerita diatas, aku melihatnya ada sebuah perjalanan batin dalam menemukan pengalaman mengarungi samudra pengetahuan. Bahwa akan lebih baik rakit itu ditinggalkan di pantai dan pergi meneruskan perjalanannya dengan berjalan kaki karena rakit itu digunakan untuk menyeberangi laut, bukan untuk dipikul. Buku-buku bacaanku seperti rakit, ia membantu kita menunjukan arah yang benar, namun ia tidak dapat membantu kita di pantai seberang lautan spiritual. Pengalaman spiritual untuk menemukan tujuan hidup inilah yang harus aku cari.

Apakah kamu seringkali diresahkan oleh pertanyaan mengapa kita ada di sini dan apa yang harus kita pelajari dari keberadaan kita setiap hari?. Disadari atau tidak, sesungguhnya ada arti dalam hidup ini dan segala sesuatu yang terjadi pada kita. Apa pun yang pernah terjadi pada kita, mempunyai alasan untuk terjadi. Bila kita tidak dapat memasuki kekayaan pengetahuan jiwa kita, maka kita akan dapat melihat hidup ini lebih dari sekedar rantaian peristiwa-peristiwa tak berarti dan akan menemukan pelajaran dan pesan dalam setiap peristiwa yang terjadi.

Betapa indahnya seandainya aku bisa memasuki kekayaan jiwa sendiri, tentu aku akan dapat melihat kehidupan dari perspektif yang baru dan segar. Tidak lagi diombang-ambingkan di lautan kehidupan ini, dan dihantam oleh setiap ombak penderitaan, melainkan dapat melihat hidup ini seperti tayangan film dengan terjemahannya di layar kaca, dimana kata-kata tersebut menjelaskan tentang apa yang terjadi ditingkat spiritual. Apabila aku dapat melihat dari mata jiwa, maka berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ku yang telah membuat aku merasa menjadi seperti orang yang tidak mempunyai harapan itu akan menjadi seperti awan yang bergerak dan berlari dengan latar belakang langit yang biru, cerah dan tenang. Ketenangan inilah yang harus selalu dipelihara sehingga dengan kesabaran aku akan menunggu peristiwa-peristiwa itu untuk berlalu. Dan sampai aku menyadari bahwa suatu hari nanti peristiwa yang menyedihkan itu akan berubah menjadi pemandangan yang penuh damai, kebahagian dan cinta.

Sebuah paragraf manis yang ditulis sebagai penutup Bab 2 sebagai berikut;

Dengan meluangkan waktu setiap hari dalam keheningan jiwa kita dan mulai mendengar jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang hidup kita, mari kita bertanya pada diri sendiri apakah niat kita berasal dari akal dan ego atau berasal dari jiwa, kebenaran dan cinta. Bila kita menemukan bahwa ternyata yang bicara adalah akal dan ego, mari kita menggali lebih dalam lagi hingga kita menemukan jawaban yang berasal dari tempat cinta kasih dan kebenaran.


Jakarta, 1 Nopember 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat datang... silahkan melihat-lihat blog yang sederhana ini..
salam